Qadarullah: Saya Divonis Positif COVID-19
Qadarullah: Saya Divonis Positif COVID-19
“Anda positif Covid-19!” Bagaimana ya perasaannya, jujur; awalnya sih biasa saja walaupun kemudian yang terbayang adalah rumah sakit rujukan pelayanan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Banda Aceh.
Oleh: Yulidar
“Anda positif Covid-19!” Bagaimana ya perasaannya, jujur; awalnya sih biasa saja walaupun kemudian yang terbayang adalah rumah sakit rujukan pelayanan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Banda Aceh.
Pikiran saya mulai melayang dalam kegalauan, Apa saya akan menjadi penghuni ke sekian ruang rawat pinere? Apa saya tidak bisa lagi ketemu “Ibu” dan juga keluarga saya?, atau kemudian saya akan menjadi satu dari sekian jenazah yang dikuburkan tanpa rukun kifayah oleh keluarga (sesuai keyakinan)? Mengingat ini, saya gamang.
Dalam kegalauan, hp saya berdering, dari seberang terdengar sapaan; apa kabar kak, kakak dirumah?, saya jawab; iya. Respon selanjut dari seberang sana; “slow ya miss, kita akan hadapi ini bersama, tolong waspada keadaan paru-paru, tujuan akhir covid adalah paru-paru. Ini saya kirim nomor hp dokter spesialis paru, mohon segera konsultasi apa yang segera harus dilakukan, disiapkan untuk peningkatan imun termasuk pertahanan paru-paru.” Teman ini sangat tahu bahwa saya penderita asma, termasuk beliau; seorang dokter umum yang memilih berbakti sebagai peneliti di Balitbangkes Aceh. Respon singkat saya di akhir pembicaraan: ”Alhamdulilah, terimakasih”.
Qadarullah: Saya Divonis Positif COVID-19
Di masa pandemi saat ini, sedikit banyaknya saya sudah terpapar dengan informasi tentang Covid baik dari juknis penatalaksanaan Covid, social media, media harian lokal atau baliho/poster yang dipasang dipinggir jalan/perkantoran. Pemahaman saya, pertahanan seseorang terhadap semua penyakit termasuk Covid-19 adalah peningkatan sistem imun.
Saya mulai flash back, membayangkan kira-kira saya tertular di mana atau dari siapa. Saya mulai merunut kejadian, seingat saya, pernah kontak dengan teman yang sudah lebih dulu terkonfirmasi positif Covid. Saya sempat berbincang +15 menit dengan teman ini pada hari beliau melakukan swab-nasofaring. Saya masih menduga-duga namun kenyataan sebenarnya tertular dari mana, saya tidak tahu karena tanggal 31 Juli 2020 saya juga ikut jamaah shalat idul adha 1441 H. Pengambilan swab-nasofaring saya lakukan di tanggal 5 Agustus 2020 dan hasilnya negatif. Karena ketidaknyamanan perasaan, saya ulang lagi pemeriksaan swab-nasofaring pada tanggal 14 Agustus, dan qadarullah saya divonis positif Covid-19.
Dalam pikiran saya adalah apapun hasilnya saya harus tetap menghadapinya dan peningkatan imum (daya tahan tubuh) adalah faktor yang paling utama kesembuhan dengan izin ALLAH SWT. Motto yang sering saya sebut-sebut bahwa hidup ini dijalani wajib dengan “Do IT/DUIT (lakukanlah dengan Doa, Usaha, Ikhtiar, Tawakkal). Saya mengambil keputusan untuk isolasi mandiri di rumah saja, mengingat saya masih tergolong orang tanpa gejala (OTG). Sesuai dengan arahan dari teman-teman (dokter dan dokter spesialis paru) saya mengonsumsi berbagai vitamin, obat semprot pelega pernafasan sesuai arahan dokter dan minuman rendaman jahe (2 ruas jari), serai (5 batang) dan jeruk nipis (1/2 sendok teh) dan kunyit (2 ruas jari) yang semuanya dirajang halus.
Hidup Berdampingan Dengan COVID-19
Sebagian masyarakat dilingkungan tempat tinggal saya apatis (kurang percaya) dengan pandemi ini. Bagi mereka, Covid-19 itu tidak ada hanya sebatas konspirasi global. Saat saya memberi tahu bahwa saya positif Covid dan akan isolasi mandiri di rumah, beberapa tetangga tidak percaya, tetapi ada juga yang bersimpati (dan saya meminta kepada mereka yang bersimpati agar tidak menjenguk saya). Analisa saya (tanpa riset yang ilmiah) bahwa perbedaan kepercayaan masyarakat terhadap Covid-19 lebih dikarenakan tingkat pemahaman mereka yang berbeda-beda.
Saya tidak bisa memaksa masyarakat untuk memahami seperti yang saya pahami, namun saya tetap berusaha memberikan pemahaman bahwa hidup bertetangga itu akan damai, rukun (meskipun ada gesekan-gesekan kecil atau tanpa gesekan sama sekali) namun pertemanan tetap baik adalah dengan “saling memahami”. Prinsip saling memahami, membuat kita biasa beradaptasi dengan orang tersebut untuk saling berdamai. Hal ini saya jadikan sinonim juga saat pandemi saat ini. Kita harus tahu bagaimana virus itu bisa tertular atau berpindah pada kita.
Dalam lingkungan kita, tidak semua orang sudah melakukan pemeriksaan swab-nasofaring sehingga kita tidak tahu siapa-siapa yang positif dan negatif. Dengan pengetahuan tentang Covid-19 maka kita bisa melakukan hal-hal yang sudah disarankan untuk memutuskan rantai penularan. Dengan melakukan protokol kesehatan kita sudah berusaha untuk menghindari resiko penularuan Covid-19. Tiga pilar protokol kesehatan yang bisa kita terapkan adalah mencuci tangan pakai sabun di air mengalir, menggunakan masker, dan menjaga jarak (menghindari kerumunan atau suasana berkumpul).
Apa yang harus dilakukan jika anda tertular virus corona?
Beberapa hal yang kemudian saya lakukan saat isolasi mandiri adalah mempersiapkan diri dari segala efek virus corona. Terutama persiapan bahwa saya akan mengalami sesak nafas (bronkitis atau pneumonia) bila virus corona sampai ke paru-paru saya. Untuk menghentikan Virus Corona tidak sampai ke paru-paru :