Kesehatan LingkunganLingkungan FisikOpini

Meningkatkan Kualitas Udara

Perlu meningkatkan kualitas udara: Sebab, kualitas udara Bandung dinilai semakin memburuk, demikian judul berita Pikiran Rakyat (10/5/05). Membaca berita itu hati saya menjadi prihatin dengan kondisi kota yang memiliki julukan “Kota Kembang” ini. Arti lainnya dapatlah dikatakan bahwa kondisi pencemaran udara Kota Bandung sudah sangat mengkhawatirkan.

Oleh: Arda Dinata

In SANITARIANHal ini beralasan bila kita lihat dari hasil penelitian Ir. Puji Lestari, Ph.D, peneliti spesialis polusi udara dari ITB. Hasil penelitian itu menyimpulkan, polusi udara di wilayah Kota Bandung sudah pada tingkat warning, di mana konsentrasi partikel-partikel pembentuk polusi udara seperti karbon (CO), timbal (Pb), sulfur (SO), dan jenis debu-debuan. Bahkan di beberapa daerah seperti Alun-alun dan kawasan Braga, kadar partikel pembentuk polusinya ada yang sudah melewati baku mutu lingkungan. Jadi, saat ini perlu meningkatkan kualitas udara.

Terkait dengan pencemaran udara ini, data terbaru menyebutkan bahwa selama 310 hari atau 85 persen dari 365 hari dalam setahun, kualitas udara di Kota Bandung tergolong buruk karena berada di atas baku mutu. Data ini diperoleh dari stasiun pemantau otomatis yang digunakan untuk menghitung indeks standar pencemar udara /ISPU (Pikiran Rakyat, 27/10/04).

Kondisi tersebut tentu sungguh memprihatinkan. Situasi yang sangat terasa perubahan akibat terjadinya pencemaran udara tersebut adalah terjadinya perubahan suhu di Kota Bandung. Adanya perubahan tersebut, yang jelas bagi warga Bandung, mungkin telah merasakan adanya perubahan suhu di lingkungan tempat tinggalnya. Yakni terasa panas, kotor, berdebu, dan jauh dari semerbak harum bunga. Kondisi tersebut, ternyata diperparah lagi dengan minimnya tanaman (baca: pohon-pohon) yang ada di jalan-jalan Kota Bandung.

Pokoknya, kondisi jumlah pohon di Kota Bandung ini dirasakan masih sangat kurang. Bayangkan, pada tahun 2002 saja ketika jumlah penduduk Bandung sekira 2,5 juta jiwa ternyata jumlah pohonnya yang ada hanya sekira 1,25 juta. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana kondisi jumlah pohon saat ini dengan banyaknya projek pelebaran jalan yang banyak menebang pohon seperti di Jalan Pasteur dan Jalan Suci?

BACA JUGA:  Bakteri Berkeliaran Saat Musim Hujan

Padahal, kalau kita telusuri dari literatur milik Haryoto Kunto (Wajah Bandung Tempo Dulu; 1985), disebutkan bahwa sekira akhir abad 19 dan awal abad 20, Bandung dihiasi berbagai taman seperti Taman Merdeka (Pieters Park) yang merupakan taman bunga pertama di Bandung (1885), Taman Sari (Jubileum Park) yang berupa hutan tropis mini, Taman Ganeca (Ijzerman Park), yang berupa kolam ikan dengan aneka bunga terate, Taman Maluku (Molukken Park), Taman Nusantara (Insulinde Park) serta beragam pohon pelindung jalan.

Dengan berkurangnya (pohon) taman-taman itulah, salah satu penyebabnya, yang menjadikan Kota Bandung tidak seindah dan senyaman tempo dulu lagi. Lebih jauh, ia bisa berakibat tingkat polusi dan penyakit paru-paru cukup tinggi. Singkatnya, kondisi hutan Kota Bandung benar-benar kritis, jauh dari angka ideal yang dibutuhkan warga kota yang telah mencapai lebih dari 2,3 juta jiwa. Istilah lainnya, wilayah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung ini masih sedikit. Dan saat ini paling tidak jumlah pohon pelindung sebanyak 229.649 pohon.


Padahal, idealnya jumlahnya 920.000 pohon pelindung atau 40 persen dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut dihitung dengan rumusan jumlah penduduk x 0,5 kg oksigen x 1 pohon : 1,2 kg. (”GM”, 5/10/2000).

Fungsi Tanaman

Kondisi yang sedemikian parah tersebut telah membuat banyak kalangan memprediksikan bahwa bila hal itu tidak segera ditangani dan ditanggulangi dengan baik, maka pohon di Kota Bandung diperkirakan kritis dalam waktu 5-10 tahun mendatang. Semoga hal ini tidak terjadi, karena tidak bisa kita bayangkan bagaimana nasib manusia, bila kadar oksigen di bumi ini berkurang? Untuk itu kita perlu segera meningkatkan kualitas udara di Kota Bandung.

Untuk itu, mari kita sambut, gemakan dan diimplementasikan secara nyata –lagi ajk– ide dari Bupati H. Obar Sobarna S.I.P., berupa “kewajiban” menanam pohon buah-buahan bagi calon pengantin, sebagai simbol dari membangun keluarga sakinah dan cinta lingkungan demi anak cucu kita kelak. Lebih jauh lagi, penulis setuju kalau tiap kepala keluarga menanam pohon minimal satu buah di lingkungannya masing-masing. Pokoknya, jangan biarkan ada tanah kosong di kiri-kanan dan depan-belakang rumah kita. Tanamlah pohon (buah-buahan). Karena pohon buah-buahan, tak hanya indah tapi juga menghasilkan sumber gizi.

BACA JUGA:  Instalasi Sanitasi Rumah Sakit, Penyelamat Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Lebih jauh lagi, terkait dengan konteks fungsi tanaman dalam membantu menurunkan tingkat pencemaran udara di perkotaan (meningkatkan kualitas udara), tentu hal itu tidak perlu disangsikan lagi. Sebab, tanaman merupakan bagian dari ekosistem kota yang keanekaragaman jenisnya tinggi. Paling tidak, tanaman di dalam kota ini mempunyai berbagai manfaat.

Pertama, fungsi ekologi. Secara sudut pandang ekologi, keberadaan pohon ini dapat berfungsi, di antaranya: (a) Sebagai penyerap gas/pertikel beracun. Tanaman dapat menyerap bermacam gas/partikel beracun yang mencemari udara. Gas tersebut antara lain adalah:

(1) Gas CO2 (karbon dioksida), di mana berbagai jenis tanaman mempunyai kemampuan untuk menyerap gas CO2 melalui proses fotosintesis.

(2) Gas NO2 (nitrogen dioksida), di mana gas ini termasuk paling toksik karena gas ini dapat menimbulkan iritasi pada paru-paru sehingga dapat merusak lapisan sel paru-paru, dan sumber pencemarnya adalah gas dari kendaraan bermotor terutama pagi hari antara pukul 6 sampai 9 pada saat terjadi reaksi fotokimia serta ruangan dapur yang menggunakan bahan bakar gas.

(3) Gas SO2 (sulfur dioksida), di mana gas ini berasal dari industri pengecoran logam, pembangkit listrik batu bara, dan penggunaan bahan bakar fosil.

(4) Partikel Pb, di mana kendaraan bermotor merupakan sumber utama Pb yang mencemari udara di perkotaan dan tiap-tiap jenis tanaman mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kandungan Pb dari udara.

Fakuara (1990) menyatakan bahwa tanaman damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju (Podocarpus imbricatus), pala (Mirystica fragrans), asam landi (Pithecelobium dulce), johar (Cassia siamea), mempunyai kemampuan sedang-tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara.

(b) Sebagai paru-paru kota. Selain tanaman mempunyai peranan di dalam menyerap gas beracun, tanaman juga menghasilkan gas oksigen pada waktu proses fotosintesis. Gas oksigen ini dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk kelangsungan hidupnya. Karena tumbuhan berperan dalam menghasilkan gas oksigen maka tumbuhan dapat dianggap sebagai paru-parunya suatu kota.

Arda Dinata

*Arda Dinata, adalah kolomnis tetap di Sanitarian Indonesia (http://insanitarian.com). Aktivitas hariannya sebagai peneliti, sanitarian, dan penanggungjawab Laboratorium Kesehatan Lingkungan, tinggal di Pangandaran.

2 komentar pada “Meningkatkan Kualitas Udara

  • Ujang

    Assalamulaikum, htr nuhun pak Arda atas ilmu yang telah di share.
    Sebagai mana kita ketahui, pemerintah melalui kekuasan dan kewenangannya telah memberlakukan syarat pengurusan : sim, KTP, sertifikat tanah.
    Muncul idea dari kami, bagimana untuk diusulkan wajib menanam pohon untuk setiap pemilik kendaraan yang akan BBN/perpanjang ijin kendaraann 5 tahunan.
    Besarharapan melalui bapak Arda. Hal tersebut bisa tersampaikan
    Wasalamulaikum

    Balas
    • Waalaikumusalam…
      Wow …setuju baget idenya. Karena saat ini era otonomi daerah, maka tiap daerah bisa punya kebijakannya sendiri, termasuk dengan ide wajib menanam pohon saat memperpanjang seperti SIM, STNK, dll. Itu sangat memungkinkan sekali. Semoga para pemangku kebijakan di daerah seluruh Indonesia membaca ide ini. Saya yakin kebijakan seperti ini akan menambah nilai positif kepemimpinannya di mata masyarakat. Sipp.. salam sehat sukses selalu. Aamiin. Makasih sudah berkunjung dan berkomentar ya…!

      Balas

Tinggalkan Balasan

error: