Kebersihan Kotoran Manusia
Kebersihan kotoran manusia sangat penting untuk mengurangi penularan penyakit oleh mikroorganisme patogen. Urin manusia mengandung sangat sedikit, jika ada patogen, tetapi jumlahnya meningkat karena kontaminasi silang dengan tinja. Namun demikian, risiko kesehatan dapat dihilangkan melalui redaman alami.
(Hoglund et al., 2000).
Bahasan Terkait: Inovasi dalam teknik sanitasi dapat menjaga populasi rentan dari tertular penyakit yang disebabkan oleh berbagai jenis kontaminan dan mikroorganisme. Usaha berikut dapat menjadi solusi Sanitasi Berkelanjutan yang efektif, yaitu:
- Kebersihan Kotoran Manusia
- Pemulihan Sumber Daya Kotoran Manusia
- Penghilangan Polutan Mikro Dari Kotoran Manusia
In SANITARIAN – Journal Environment International (2018) mempublikasikan terkait tinjauan pembangunan sanitasi global. Artikel tersebut cukup menarik untuk melihat pemetaan dan kondisi dari perkembangan sanitasi di dunia. Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menghasilkan peningkatan fokus pada pengembangan teknik sanitasi yang inovatif dan berkelanjutan untuk mengatasi permintaan sanitasi yang memadai dan adil di daerah berpenghasilan rendah. Kami mengkaji latar belakang, situasi terkini, tantangan, dan perspektif sanitasi global (Zhou et al., 2018).
Lebih jauh, disampaikan Zhou et al., (2018), inovasi dalam teknik sanitasi dapat menjaga populasi rentan dari tertular penyakit yang disebabkan oleh berbagai jenis kontaminan dan mikroorganisme. Oleh karena itu, higienisasi kotoran manusia, pemulihan sumber daya, dan penghilangan polutan mikro dari kotoran dapat menjadi solusi berkelanjutan yang efektif.
Kebersihan Kotoran
Kebersihan kotoran manusia sangat penting untuk mengurangi penularan penyakit oleh mikroorganisme patogen. Urin manusia mengandung sangat sedikit, jika ada patogen, tetapi jumlahnya meningkat karena kontaminasi silang dengan tinja. Namun demikian, risiko kesehatan dapat dihilangkan melalui redaman alami (Hoglund et al., 2000) atau teknologi desinfeksi yang ada.
Perilaku bakteri, patogen protozoa, dan virus dalam urin yang dipisahkan dari sumber yang disimpan dipelajari, dan ditunjukkan bahwa inaktivasi mikroorganisme patogen bergantung pada suhu dan pH atau hanya suhu (Höglund et al., 2002), (Höglund, Stenström and Ashbolt, 2002), (Höglund et al., 1998). Sementara itu, untuk aplikasi pertanian yang aman, WHO merekomendasikan periode penyimpanan adalah selama 6 bulan pada suhu 20°C atau lebih tinggi. Urin yang disimpan itu, kemudian dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman tanpa batasan.
Untuk meningkatkan efisiensi inaktivasi dan mengurangi waktu penyimpanan, dilakukan peningkatan suhu penyimpanan. Inaktivasi E. coli dan Salmonella pada suhu yang lebih tinggi ini lebih cepat daripada yang terjadi pada urin yang disimpan pada suhu kamar (Nordin et al., 2013), (Vinnerås et al., 2008), (Zhou et al., 2017). Inaktivasi bakteri yang cepat dapat dicapai dengan menggabungkan teknologi lain dengan proses ini, seperti pengasaman (Andreev et al., 2017) dan nitrifikasi (Bischel et al., 2015).
Demikian pula untuk amoniak dan suhu tinggi juga efektif untuk kotoran tinja, tetapi waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan patogen lebih lama daripada yang dibutuhkan untuk urin karena jumlah dan spesies patogen, virus, dan cacing yang ada di dalamnya (Fidjeland et al., 2015), (Magri et al., 2015), (Magri et al., 2013). Di sini, keberadaan aditif alkali, seperti abu, serbuk gergaji, dan urea, dapat mempercepat proses higienisasi (Fidjeland et al., 2013), (Niwagaba, Kulabako, et al., 2009), (Niwagaba, Nalubega, et al., 2009).
Perlakuan termal telah diterapkan pada pengolahan lumpur tinja, dan proses pengolahan lainnya, seperti pengomposan dan pencernaan anaerobik, dapat berdampak pada inaktivasi patogen pada tingkat tertentu (Vinnerås, 2007), (Yin, Hoffmann and Jiang, 2018). Keberadaan E. coli merupakan mikroorganisme indikator utama. Keberadaannya juga direkomendasikan sebagai indikator risiko kesehatan dari kontak air oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS (US EPA). Diikuti oleh Salmonella dan Listeria monocytogenes (Zhou et al., 2018).
Untuk pembahasan kategori lainnya akan dibahas dalam artikel berikutnya. Jadi ikuti terus postingan dari www.insanitarian.com, jangan sampai ketinggalan ya!
Untuk mendapatkan update tentang informasi terbaru dari www.Insanitarian.com, silahkan ikuti kami lewat media sosial di bawah ini:
Instagram: https://www.instagram.com/arda.dinata/
Pingback: Sanitasi Berkelanjutan - Inspirasi Sanitarian
Kebayang kalo ada negara yang gak punya jamban. Alhamdulillah Indonesia sudah lebih baik.
iya alhamdulillah…
Pingback: Pemulihan Sumber Daya Kotoran Manusia - Inspirasi Sanitarian
Pingback: Pengendalian Polutan Mikro dari Kotoran Manusia - Inspirasi Sanitarian