EntomologiKesehatan LingkunganOpiniVektor dan Binatang Pengganggu

Epidemiologi Pencegahan Malaria

Informasi seputar epidemiologi pencegahan malaria ini sangat bermanfaat dalam upaya eleminasi malaria di Indonesia. Menurut definisi, epidemiologi adalah studi (ilmiah, sistematis, dan berdasarkan data) dari distribusi (frekuensi, pola) dan determinan (penyebab, faktor risiko) keadaan dan kejadian yang berhubungan dengan kesehatan dalam populasi tertentu.

Arda Dinata
Oleh: Arda Dinata

In SANITARIAN – Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut. Jadi, epidemiologi pencegahan malaria ini memiliki peranan strategis dalam upaya eleminasi malaria.

Malaria itu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Penyakit ini ditularkan nyamuk Anopheles betina. Dalam epidemiologi malaria akan diamati tentang penyebaran malaria dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktornya adalah host (manusia dan nyamuk ), agent (parasit), dan lingkungan (Depkes RI,1999).

Host ini meliputi manusia (host intermediate) dan nyamuk Anopheles (host definitive). Pada dasarnya, tiap orang bisa terinfeksi agent (penyebab malaria). Ada beberapa faktor intrinsik yang mempengaruhi kerentanan penjamu terhadap agent, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status perkawinan, riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, hereditas (keturunan) status gizi dan tingkat imunitas.

Pada konteks ini, hanya nyamuk Anopheles betina yang mengisap darah. Darah ini diperlukan untuk pertumbuhan telurnya. Faktor yang berpengaruh dalam hal ini adalah terkait dengan perilaku nyamuk. Berbicara perilaku nyamuk, maka tidak akan terlepas dari tempat hinggap atau istirahat. Secara tempat hinggapnya, nyamuk ini dibedakan atas eksofilik (nyamuk yang lebih suka hinggap/istirahat di luar rumah) dan nyamuk endofilik (nyamuk yang lebih suka hinggap/istirahat di dalam rumah).

Sementara itu, berdasarkan tempat menggigitnya, nyamuk itu dibedakan atas nyamuk eksofagik (nyamuk yang lebih suka menggigit di luar rumah) dan nyamuk endofagik (nyamuk yang lebih suka menggigit di dalam rumah). Adapun dilihat berdasarkan obyek yang digigitnya, maka nyamuk itu dibedakan menjadi: nyamuk antrofofilik (nyamuk yang lebih suka menggigit manusia) dan nyamuk zoofilik (nyamuk yang lebih suka menggigit hewan).

BACA JUGA:  Kepemimpinan dan Komunikasi Efektif Sanitarian

Perilaku Nyamuk

Faktor lain yang penting terkait perilaku nyamuk ini adalah:

1. Umur nyamuk (longevity). Di sini, diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk menjadi sporosoit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5-10 hari), maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor. Semakin panjang umur nyamuk, maka semakin besar kemungkinannya untuk menjadi vektor.

2. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit. Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya, tentu biasanya melebihi kapasitas perut nyamuk itu sendiri, sehingga dapat membunuh nyamuk itu sendiri (Nicholas, 2011).

3. Frekwensi menggigit manusia. Semakin sering seekor nyamuk yang mengandung sporosoit menggigit, maka semakin besar kemungkinan dia menularkan penyakit malaria.

4. Siklus gonotrofik. Yakni, waktu yang diperlukan untuk mematangkan telur.

Sementara itu, agent (penyebab penyakit) ini adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup di mana dalam kehadirannya, bila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia yang rentan akan menjadi stimulasi untuk memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agent penyebab malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa.

Aspek lingkungan

Adapun aspek lingkungan adalah di mana manusia dan nyamuk berada. Nyamuk akan berkembang biak dengan baik, bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang biak. Faktor lingkungan ini dibagi menjadi lingkungan fisik, kimia, biologi, dan sosial budaya (Depkes RI,1999).

Berdasarkan lingkungan fisik ini, terdiri dari:

Suhu udara. Komponen suhu udara ini sangat penting karena mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ektrinsik. Pengaruh suhu ini berbeda tiap spesies, contohnya pada P.falciparum pada suhu 26,7°C, masa inkubasinya memerlukan 10-12 hari.

BACA JUGA:  Mari Membaca & Menulis Cerita Kehidupan

Kelembaban udara. Kelembaban udara ini mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat dan kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk.

Hujan. Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan (breeding places). Hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya Anopheles.

Angin. Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau keluar rumah, adalah salah satu faktor yang menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk. Jarak terbang nyamuk dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung arah angin.

Sinar matahari. Pengaruh sinar matahari berbeda-beda untuk tiap spesies, seperti pada larva An.sundaicus lebih suka tempat teduh, An.hyrcanus spp lebih menyukai tempat yang terbuka.

Arus air. Beberapa spesies nyamuk ada yang menyenangi tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir sedikit seperti pada An.barbirostis, tapi An.minimus lebih menyukai tempat perindukan yang alirannya cukup deras.

Tipe dinding rumah. Dinding rumah berhubungan dengan kegiatan penyemprotan rumah (indoor residual spraying). Insektisida yang disemprotkan ke dinding akan diserap,sehingga saat nyamuk hinggap akan mati akibat kontak dengan insektisida tersebut.

Sementara itu, aspek lingkungan kimia yang berpengaruh yaitu kadar garam. Pada larva An.sundaicus contohnya, akan tumbuh optimal pada air payau dengan kadar garam berkisar antara 12-18°/oo. Sedangkan aspek lingkungan biologi ini meliputi tumbuhan bakau, lumut, ganggang, dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lainnya. Keberadaan lingkunan biologi ini, tentu dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia dapat menghalangi sinar matahari masuk atau melindungi dari serangan mahluk hidup lain.

Pada bagian lain, adanya ikan pemakan larva, seperti ikan kepala timah, gambusia, nila dan lainnya akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Selain itu, keberadaan ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk dewasa pada manusia, apabila kandang diletakkan diletakkan di luar rumah dan jaraknya tidak jauh dari rumah (cattle barrier).

Adapun faktor lingkungan laiinya yang tidak boleg diabaikan adalah faktor lingkungan sosial budaya. Yang mana, faktor lingkungan sosial budaya ini sangat besar pengaruhnya dalam penularan malaria. Kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari, di mana vektornya lebih bersifat eksofilik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, pemasangan kawat kasa, penggunaan refellent yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria. Penambangan timah, tambak yang tidak terurus akan menjadi tempat perindukan nyamuk potensial buatan manusia (man made breading places).

BACA JUGA:  Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas

Begitu pun, adanya perpindahan penduduk (migrasi) telah menyebabkan timbulnya penyakit malaria pada daerah yang awalnya bebas dari penyakit ini (Susana; 2011). Perpindahan penduduk dapat menjadi faktor penting untuk meningkatkan malaria. Meningkatnya pariwisata dan perjalanan dari daerah endemik mengakibatkan meningkatnya kasus malaria impor (Harijanto; 2000).

Pencegahan Malaria

Upaya pencegahan dan pemberantasan malaria ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian malaria, melalui: (a) Upaya pemberantasan malaria terhadap tersangka atau penderita yang terbukti secara laboratorium positif malaria. (b) Pemberantasan nyamuk malaria melalui perbaikan lingkungan, penggunaan kelambu, penyebaran ikan pemangsa jentik, dan upaya lain untuk menekan penularan dan mengurangi gigitan nyamuk.

Berikut ini, ada beberapa langkah dalam upaya pencegahan penyakit Malaria di suatu daerah endemis Malaria, yaitu:

Arda Dinata

*Arda Dinata, adalah kolomnis tetap di Sanitarian Indonesia (http://insanitarian.com). Aktivitas hariannya sebagai peneliti, sanitarian, dan penanggungjawab Laboratorium Kesehatan Lingkungan, tinggal di Pangandaran.

2 komentar pada “Epidemiologi Pencegahan Malaria

  • Lewi M. Kawatu, S.Tr.KL

    Sangat membantu pak dalam mencari referensi..👍🙏

    Balas
    • Puji syukur, kalau kehadiran kami memberi manfaat. Kunjungi terus secara rutin untuk dapat uptade terbaru materi tulisan seputar dunia sanitasi dan kesehatan lingkungan. Jangan lupa share dan tulis komentar terkait materi yang ingin dibahas ya! Salam sehat dan sukses selalu.

      Balas

Tinggalkan Balasan

error: