EntomologiInfo KesehatanVektor dan Binatang Pengganggu

Nyamuk dan Vektor Penyakit di Indonesia

Nyamuk dan perannya sebagai vektor penyakit di Indonesia. Nyamuk ada di sekitar kita dan mulai dikenal sebagai penular penyakit di Indonesia sejak adanya wabah malaria pada tahun 1733 di Batavia.

Oleh Arda Dinata

In SANITARIAN – Nyamuk ini mulai dikenal dikenal sebagai penular penyakit dan dipelajari di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa dimulai sejak adanya wabah malaria. Pada waktu itu, dikenal sebagai “the unhealthiness of Batavia”, pada tahun 1733 di Batavia (sekarang Jakarta).

Sejak saat itu, nyamuk mulai dipelajari distribusinya, perilaku hidupnya dan potensinya sebagai vektor penular penyakit (van der Brug, 1997). Berikut ini beberapa penyakit yang disebarkan oleh vektor penyakit (nyamuk).

Dengue

Epidemik Demam Dengue (DD) di Indonesia pertama kali terjadi di Batavia tahun 1779. Sedangkan wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) ditemukan pertama kali tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta. Total kasus dilaporkan secara medis mencapai 53 dengan 24 orang meninggal dunia.

Pada tahun 1988 DBD di Indonesia dilaporkan meningkat tajam mencapai 47.573 kasus dan kematian dilaporkan 1.527 di 201 kabupaten (Suroso, 1996). Kasus DBD kembali meningkat tahun 1996-2007 dengan kejadian luar biasa tercatat pada tahun 1988, 1998, 2004, dan 2007.

Patogen penyebab DD maupun DBD diketahui 4 serotipe virus Dengue. Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah vektor utama virus dengue. Brancroft dalam Hadi (1997) berhasil membuktikan Ae. aegypti adalah vektor penyakit dengue.

Nyamuk Ae. aegypti dilaporkan berasal dari benua Afrika, merupakan spesies nyamuk liar dengan habitat di hutan dan terpisah dari pemukiman manusia. Pada perkembangan hidupnya, spesies tersebut beradaptasi dengan lingkungan peridomestik dan berkembangbiak di air dalam kontainer.

Maraknya peristiwa perdagangan budak Afrika serta perang dunia II merupakan penyebab introduksi nyamuk ke benua Asia dan regional Asia Tenggara. Peningkatan sarana transportasi, kepadatan populasi manusia di kota, urbanisasi, serta penyebaran penampungan air minum, memicu domestikasi nyamuk spesies vektor DBD baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan.

BACA JUGA:  Pengendalian Binatang Pengganggu di RS

Kondisi itu menyebabkan peningkatan kapasitas vektoral Ae. aegypti sebagai vektor DBD (World Health Organization, 2011). Vektor sekunder DBD adalah nyamuk Ae. albopictus. Spesies nyamuk ini dilaporkan asli dari benua Asia, khususnya Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik Barat dan Samudera Hindia kemudian menyebar ke Afrika, Asia Barat, Eropa, dan Amerika (World Health Organization, 2011).

Chikungunya

Chikungunya merupakan penyakit disebabkan sejenis virus dari genus Alphavirus, dengan perantara nyamuk vektor. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Tanzania, benua Afrika tahun 1952.

Kasus chikungunya pertama kali dilaporkan di Indonesia oleh seorang dokter Belanda pada abad ke-18. Sumber lain menyebutkan bahwa virus ini sudah ditemukan di Indonesia pada tahun 1973 (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).

Kejadian luar biasa (KLB) chikungunya di Jambi dilaporkan pada tahun 1982, kemudian muncul kembali di tahun 2001-2002 dengan intensitas lebih tinggi (Wibowo, 2010b). Virus chikungunya ditularkan melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti atau Ae. albopictus betina infeksius. Spesies ini ditemukan menggigit sepanjang siang hari dengan puncak kepadatan pada pagi dan sore hari di dalam dan di luar rumah (WHO, 2014).

Japanese encephalitis

Japanese encephalitis (JE) termasuk penyakit arbovirus (infeksi virus yang ditularkan artropoda) yang virusnya termasuk genus Flavivirus dan famili Flaviviridae. Penularan JE melibatkan peranan nyamuk vektor Culex tritaeniorhyncus. Spesies nyamuk ini meletakkan telur dan pradewasa hidupnya di sawah.

Babi, sapi dan burung-burung air merupakan inang utama untuk perkembangan virus JE, sedangkan manusia merupakan inang terakhir. Penularan JE di negara-negara beriklim sedang lebih banyak terjadi pada musim panas, sedangkan di wilayah tropis dan subtropis dapat terjadi sepanjang tahun (G. L. Campbell et al., 2011).

Studi genetika memperkirakan virus JE berasal dari wilayah kepulauan Malaya, dan telah berevolusi sejak beberapa ribu tahun lalu menjadi empat genotipe yang tersebar ke seluruh Asia. Kasus klinis baru dilaporkan pertama kali di Jepang tahun 1871. Tahun 1924 dilakukan isolasi agen dari jaringan otak manusia dan sepuluh tahun kemudian agen tersebut dikonfirmasi sebagai JE (Solomon, 2006).

BACA JUGA:  Sejarah Program Ketahanan Pangan

Indonesia merupakan salah satu negara endemis JE dan tahun 1960, virus JE dilaporkan dideteksi pada survei serologi manusia dan hewan. Hasil tersebut belum benar terbukti, ada reaksi silang pada tes HI (Ompusunggu et al., 2008).

Pertama kali virus JE dikonfirmasi tahun 1972 yaitu pada nyamuk Culex tritaeniorhynchus di wilayah Jakarta. Studi surveilans dilakukan oleh Ompusunggu, et al. pada tahun 2005-2006 dapat mengonfirmasi kasus-kasus positif JE di Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua (Ompusunggu et al., 2008).

Studi dilakukan di Bali melalui surveilans berbasis rumah sakit dapat mendeteksi virus JE pada 86 kasus pada anak-anak (Kari, Liu, Gautama, Mammen P Mammen, et al., 2006).

Malaria

Malaria di Indonesia mulai diketahui dan dipelajari sejak dilaporkan ada wabah malaria pada tahun 1733 dan dikenal sebagai “the unhealthiness of Batavia”, di Kota Batavia (sekarang Jakarta). Paravicini pada tahun 1753 menulis surat kepada Gubernur Jenderal Jacob Mossel bahwa diperkirakan 85.000 personel VOC terkena wabah penyakit tersebut dan sangat mematikan bagi pertumbuhan ekonomi dari Dutch East India Company (VOC).

Arda Dinata

*Arda Dinata, adalah kolomnis tetap di Sanitarian Indonesia (http://insanitarian.com). Aktivitas hariannya sebagai peneliti, sanitarian, dan penanggungjawab Laboratorium Kesehatan Lingkungan, tinggal di Pangandaran.

Tinggalkan Balasan

error: