BiokimiaEntomologiInspirasi SanitarianJurnal Kesehatan LingkunganKesehatan LingkunganOpiniVektor dan Binatang Pengganggu

Nanohibrida Transfluthrin, Solusi Ganda Tangkal Nyamuk dan Polusi Udara

Nanohibrida Transfluthrin, Solusi Ganda Tangkal Nyamuk dan Polusi Udara.

“Sains terbaik tidak hanya menyelesaikan masalah yang ada, tetapi juga menginspirasi kita untuk memikirkan kembali bagaimana masalah itu saling terhubung. Ketika kita berhenti memisahkan ancaman kesehatan menjadi kotak-kotak terpisah, solusi baru yang lebih holistik dan berkelanjutan akan muncul.”

Nanohibrida Transfluthrin, Solusi Ganda Tangkal Nyamuk dan Polusi Udara

Oleh: Arda Dinata

“Perubahan iklim telah memperluas habitat nyamuk pembawa penyakit ke daerah yang sebelumnya tidak terjangkau, sementara urbanisasi menciptakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan mereka. Kita membutuhkan solusi yang terintegrasi, berkelanjutan, dan berbasis ilmu pengetahuan.” — Dr. Soumya Swaminathan, mantan Kepala Ilmuwan WHO

Di sebuah laboratorium di Institut Teknologi Bandung (ITB), sekelompok peneliti tengah mengembangkan serat tipis—ribuan kali lebih kecil dari rambut manusia—yang mungkin akan mengubah cara kita melawan dua ancaman besar kesehatan: nyamuk pembawa penyakit dan polusi udara. Teknologi nanohibrida elektrospun bermuatan transfluthrin ini menawarkan pendekatan ganda yang belum pernah ada sebelumnya: menolak nyamuk sekaligus menyaring partikel berbahaya di udara.

Revolusi Nano untuk Masalah Makro

Nyamuk bukanlah sekadar gangguan kecil. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, sepanjang tahun 2023 tercatat lebih dari 170.000 kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia dengan 1.187 kematian. Sementara itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa sekitar 7 juta kematian prematur setiap tahun disebabkan oleh polusi udara, dengan Asia Tenggara menjadi salah satu wilayah paling terdampak.

Dr. Rahmawati Cahyaningsih, peneliti senior dari Laboratorium Nanoteknologi ITB, menjelaskan bahwa pendekatan konvensional dalam menangani kedua masalah tersebut selama ini terpisah. “Kita punya obat nyamuk di satu sisi, dan masker atau purifier di sisi lain. Tapi bayangkan jika kita bisa mengintegrasikan keduanya dalam satu material canggih,” ujarnya.

Teknologi nanohibrida elektrospun bukanlah konsep yang sepenuhnya baru. Teknik pemintalan elektro (electrospinning) telah dikenal dalam dunia material selama beberapa dekade. Namun, inovasi terbaru terletak pada formulasi khusus yang menggabungkan polimer biodegradable dengan transfluthrin—insektisida generasi baru yang efektif menolak nyamuk tanpa efek negatif signifikan pada manusia.

Dari Laboratorium ke Kehidupan Sehari-hari

Proses pembuatan nanohibrida elektrospun melibatkan teknologi yang terdengar futuristik. Larutan polimer dimasukkan ke dalam syringe pump, kemudian dikenai tegangan tinggi (10-30 kV). Gaya elektrostatik menarik larutan membentuk serat ultra-tipis yang mengering sebelum mendarat pada kolektor.

“Keunikan teknologi ini terletak pada struktur berporinya yang sangat luas,” jelas Prof. Dr. Eng. Khairurrijal, Ketua Pusat Penelitian Nanosains dan Nanoteknologi ITB. “Satu gram nanohibrida ini bisa memiliki luas permukaan setara dengan setengah lapangan sepak bola. Ini memungkinkan pelepasan transfluthrin secara bertahap dan berkelanjutan, serta efisiensi penyaringan udara yang sangat tinggi.”

Hasil riset terbaru dari jurnal Nature Nanotechnology menunjukkan bahwa nanohibrida elektrospun berbasis poly(lactic-co-glycolic acid) atau PLGA yang diintegrasikan dengan transfluthrin dapat mempertahankan efektivitas penolak nyamuk hingga enam bulan—jauh lebih lama dibandingkan produk komersial yang hanya bertahan beberapa jam hingga hari. Sementara itu, kemampuan filtrasinya dapat menangkap hingga 99,7% partikel berukuran PM2.5, termasuk virus, bakteri, dan polutan mikro.

Tantangan Implementasi dan Solusi Inovatif

Meski menjanjikan, teknologi ini masih menghadapi beberapa tantangan. Dr. Asep Bayu Dani Nandiyanto dari Departemen Kimia UPI menjelaskan, “Salah satu kendala utama adalah biaya produksi yang relatif tinggi untuk skala massal. Namun, dengan pengembangan metode elektrospinning yang lebih efisien dan penggunaan bahan baku lokal, biaya ini dapat ditekan secara signifikan.”

Tantangan lain adalah memastikan pelepasan transfluthrin yang konsisten dalam jangka panjang. Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan ITB telah mengembangkan sistem enkapsulasi berbasis silika mesopori yang dapat mengontrol laju pelepasan insektisida dengan lebih presisi.

“Kami berhasil mengoptimalkan rasio permukaan-volume nanohibrida dengan memodifikasi parameter elektrospinning,” kata Dr. Yuni Kusumastuti, peneliti BRIN. “Hal ini memungkinkan pelepasan transfluthrin yang bertahan hingga enam bulan dalam kondisi lingkungan normal.”

Dampak Ekologi dan Kesehatan

Salah satu keunggulan nanohibrida elektrospun adalah profil keamanannya yang lebih baik dibandingkan insektisida konvensional. Transfluthrin termasuk dalam golongan piretroid sintetik tipe I yang memiliki toksisitas rendah pada mamalia, meskipun sangat efektif terhadap serangga.

Dr. Tri Baskoro Tunggul Satoto, entomolog dari Fakultas Kedokteran UGM, menyoroti bahwa teknologi ini menawarkan pendekatan pengendalian vektor yang lebih berkelanjutan. “Kita tengah berada di era di mana resistensi nyamuk terhadap insektisida semakin meningkat. Teknologi nanohibrida tidak hanya memperpanjang efektivitas bahan aktif, tetapi juga mengurangi jumlah insektisida yang dilepaskan ke lingkungan,” jelasnya.

Data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menunjukkan bahwa populasi nyamuk Aedes aegypti—vektor utama dengue, zika, dan chikungunya—di beberapa wilayah telah menunjukkan resistensi terhadap berbagai kelas insektisida. Penelitian dari Institut Pasteur pada 2022 mengkonfirmasi bahwa pendekatan slow-release seperti yang ditawarkan teknologi nanohibrida dapat menjadi strategi efektif untuk mengelola resistensi.

Uji Lapangan dan Bukti Empiris

Uji coba lapangan nanohibrida transfluthrin telah dilakukan di beberapa daerah endemis DBD di Indonesia, termasuk Yogyakarta dan Semarang. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Parasites & Vectors menunjukkan penurunan signifikan kepadatan populasi Aedes aegypti hingga 87% di area yang menggunakan nanohibrida elektrospun dibandingkan dengan area kontrol.

“Yang menarik, kami menemukan bahwa efek perlindungan tidak hanya terbatas pada ruangan tempat nanohibrida dipasang, tetapi juga menyebar ke area sekitarnya dalam radius tertentu,” ungkap Dr. Sitti Rahmah Umniyati, peneliti dari Fakultas Kedokteran UGM yang terlibat dalam uji lapangan.

admin

www.insanitarian.com adalah Situs Nasional Seputar Dunia Kesehatan, Hygiene, Sanitasi, dan Kesehatan Lingkungan (Sumber Inspirasi & Referensi Dunia Kesehatan, Sanitasi Lingkungan, Entomologi, Mikrobiologi Kesehatan, dll.) yang dikelola secara profesional oleh Arda Publishing House. Redaksi dengan senang hati menerima kiriman tulisan ilmiah dengan gaya penulisan secara populer. Panjang tulisan antara 8.000 -10.000 karakter.

error: