Majalah InsideOpini

Dampak Rokok Terhadap Ekonomi Keluarga

Dampak rokok terhadap ekonomi keluarga sangat berpengaruh pada aneka aspek.

Indonesia, pada tahun 2018 merupakan pangsa pasar rokok terbesar kedua di dunia. Hanya kalah dari Tiongkok yang memiliki volume penjualan retail rokok mencapai 2,35 triliun batang, sedangkan di Indonesia mencapai 316,1 miliar batang. Diurutan ketiga ada Rusia, diikuti Amerika Serikat yang berada diurutan keempat serta Jepang menyusul diurutan kelima. Indonesia dianggap anak emas bagi industri tembakau karena memiliki 65 juta perokok dan sepanjang tahun 2015-2020 penjualan rokok di Indonesia tumbuh dua digit setiap tahunnya.

Oleh: Tri Wahono

Fakta Rokok di Indonesia

Indonesia, pada tahun 2018 merupakan pangsa pasar rokok terbesar kedua di dunia. Hanya kalah dari Tiongkok yang memiliki volume penjualan retail rokok mencapai 2,35 triliun batang, sedangkan di Indonesia mencapai 316,1 miliar batang. Diurutan ketiga ada Rusia, diikuti Amerika Serikat yang berada diurutan keempat serta Jepang menyusul diurutan kelima. Indonesia dianggap anak emas bagi industri tembakau karena memiliki 65 juta perokok dan sepanjang tahun 2015-2020 penjualan rokok di Indonesia tumbuh dua digit setiap tahunnya.

Tahun 2018, volume penjualan rokok di Indonesia meningkat hingga mencapai 238 miliar batang dibanding tahun 2017.1 Banyak faktor yang menyebabkan tingginya konsumsi rokok ini. Diantaranya adalah rendahnya kesadaran kesehatan masyarakat terhadap bahaya merokok serta kebiasaan menikmati asap tembakau sejak usia dini. Bahkan secara umum, masyarakat perokok rela mengurangi anggaran belanja rumah tangga demi kesenangan merokok.2

Data Riset Kesehatan Dasar menyebutkan bahwa masih banyak penduduk berumur di atas 10 tahun yang menjadi perokok aktif. Bahkan pada tahun 2010, persentase jumlah perokok untuk kelompok umur di atas 15 tahun terus mengalami peningkatan. Konsumsi rokok paling rendah terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun dan 75 tahun ke atas, yang artinya mayoritas perokok di Indonesia adalah penduduk usia produktif. Selanjutnya pada daerah pedesaan, jumlah batang rokok yang dikonsumsi lebih banyak dibandingkan daerah perkotaan. Data lain menunjukkan tingginya perokok aktif pada kelompok usia 5-9 tahun. Data-data ini membuktikan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya rokok.3

Dampak rokok terhadap ekonomi keluarga sangat berpengaruh pada aneka aspek.

Konsumsi tembakau di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 30 tahun terakhir. Faktor penyebab peningkatan tersebut, antara lain tingginya pertumbuhan penduduk, murahnya harga rokok, dan leluasa industri rokok dalam melakukan pemasaran. Selain itu, kurangnya pengetahuan masyarakat akan bahaya tembakau juga menjadi faktor selanjutnya. Meningkatnya persentase jumlah perokok di kalangan anak-anak dan remaja menunjukkan keberhasilan industri rokok dan betapa leluasanya industri rokok dalam melakukan pemasaran di Indonesia.

BACA JUGA:  Obat Anti Malaria (Catatan Hari Malaria Sedunia)

Kerugian akibat merokok sangatlah besar dan meliputi berbagai aspek. Selain gangguan kesehatan, ada berbagai kerugian lain yang dapat dikonversikan ke dalam biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok dipercaya menyebabkan penyakit pernapasan, jantung, meningkatkan risiko stroke, osteoporosis, kanker lidah, tenggorokan, bibir dan pita suara, kanker lambung, kanker paru, penuaan dini, impotensi serta gangguan kesuburan.5 Kerugian lain berupa biaya tidak langsung seperti berkurangnya tahun produktif akibat rokok. Secara umum, dampak kebiasaan merokok dapat dilihat secara makro dan mikro ekonomi.

Dampak rokok terhadap ekonomi keluarga sangat berpengaruh pada aneka aspek.

Dampak Makro Ekonomi

Studi yang dilakukan Kosen menyatakan bahwa kerugian makro ekonomi akibat rokok pada tahun 2015 hampir mencapai Rp. 596,61 triliun. Jumlah tersebut berasal dari kerugian langsung untuk pembelian rokok dan belanja kesehatan berupa rawat inap maupun rawat jalan sebesar. Kerugian lainnya adalah dampak tidak langsung berupa total kehilangan tahun produktif, meliputi terganggunya produktivitas akibat sakit, disabilitas, dan kematian di usia muda. Angka kerugian itu adalah 3-4 kali lebih besar dibanding cukai tembakau yang diperoleh negara pada tahun yang sama.

Berdasarkan data Susenas 2015, tingginya konsumsi rokok menyebabkan biaya kesehatan habis untuk biaya kuratif atau pengobatan. Besarnya biaya kuratif bertentangan dengan tujuan pemerintah yang ingin memprioritaskan upaya promotif dan preventif dalam bidang kesehatan.6 Sebagai faktor risiko, tembakau bertanggung jawab atas lebih dari 30 penyakit, sebagian besar penyakit tidak menular. Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam tiga tahun terakhir menunjukkan tingginya beban penyakit tidak menular terkait tembakau telah menguras keuangan BPJS Kesehatan.4 Biaya tidak langsung yang timbul dari kebiasaan mengonsumsi rokok adalah hari produktif yang hilang karena absen bekerja selama sakit.

BACA JUGA:  Menemukan Keajaiban Antioksidan: Mengapa Hambat Oksidasi adalah Kunci Kesehatan

Dampak rokok terhadap ekonomi keluarga sangat berpengaruh pada aneka aspek.

Dampak Mikro Ekonomi

Kebiasaan merokok secara langsung merubah prioritas anggaran belanja rumah tangga. Menurut pusat data dan informasi Kemenkes, pengeluaran untuk rokok pada masyarakat golongan miskin lebih besar dibanding pengeluaran mereka untuk investasi kesehatan dan makanan bergizi. Pengeluaran tembakau 3,2 kali lebih besar dibandingkan pengeluaran susu dan 4,2 kali lebih besar dibandingkan pengeluaran daging serta 4,2 kali lebih banyak dibandingkan biaya kesehatan. Juanita melaporkan belanja rokok pada penerima JKN telah menghilangkan kesempatan untuk membeli makanan bergizi bagi keluarganya.7 Kosen juga melaporkan bahwa belanja rumah tangga masyarakat miskin untuk rokok menempati urutan ketiga setelah makanan siap saji dan beras, di atas pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan.4

Dalam riset Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia menunjukkan bahwa penerima bantuan sosial perokok memiliki indikator sosial ekonomi lebih rendah dibandingkan penerima bantuan sosial nonperokok. Fakta lain yang mengejutkan adalah rumah tangga penerima bantuan sosial cenderung memiliki konsumsi rokok lebih tinggi. Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) mengonsumsi 3,5 batang rokok per kapita per minggu dibandingkan dengan bukan penerima PKH. Sedangkan penerima Beras Sejahtera (Rastra) mengonsumsi 4,5 batang rokok per minggu dibandingkan mereka yang tidak. Mereka memanfaatkan berbagai bantuan seperti Rastra, PKH, Kartu Indonesia Sehat (KIS), hingga Program Indonesia Pintar (PIP) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan menyisihkan pendapatan mereka sendiri untuk membeli rokok.

admin

www.insanitarian.com adalah Situs Nasional Seputar Dunia Kesehatan, Hygiene, Sanitasi, dan Kesehatan Lingkungan (Sumber Inspirasi & Referensi Dunia Kesehatan, Sanitasi Lingkungan, Entomologi, Mikrobiologi Kesehatan, dll.) yang dikelola secara profesional oleh Arda Publishing House. Redaksi dengan senang hati menerima kiriman tulisan ilmiah dengan gaya penulisan secara populer. Panjang tulisan antara 8.000 -10.000 karakter.

2 komentar pada “Dampak Rokok Terhadap Ekonomi Keluarga

  • Pingback: DAFTAR ARTIKEL KESEHATAN - Inspirasi Sanitarian

  • nurhuda

    di salah satu kampung di boyolali ada sebuah kejadian yang menyedihkan dan membuat pikiran saya bergerak untuk mencari : kenapa di era seperti ini masih ada bayi yang meninggal karena kekurangan asupan gizi/kurang gizi? setelah menyelidiki faktor-faktor yang berkelindan terhadap meninggalnya sang bayi tersebut , pada akhirnya saya berkesimpulan bahwa Ekonomi keluarga memang menjadi faktor yang dominan, namun yang menggelitik saya adalah perilaku sang ayah yang seorang pekerja pabrik dengan penghasilan yang tidak besar lebih mementingkan kebutuhan rokoknya daripada untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya. tragis memang…. kasus semacam ini saya kira hanya sebuah fenomena “gunung es” yang mungkin saja akan banyak terjadi di sekitar kita.

    Balas

Tinggalkan Balasan

error: