Peran Kesehatan Lingkungan Atasi Stunting
Peran kesehatan lingkungan atasi stunting itu sangat penting!
Peran kesehatan lingkungan atasi stunting itu sangat penting. Di sini, peran kesehatan lingkungan, seperti: sumber air minum, sanitasi, dan pengelolaan sampah dalam mengurangi stunting anak di Indonesia itu sangat penting. Menurut hasil penelitian Irianti et al., (2019) bahwa faktor lingkungan telah terbukti berhubungan dengan stunting sebagai penyebab tidak langsung.
Oleh Arda Dinata
In SANITARIAN – SUNGGUH kontras pemandangan di depan mata. Ada 2 orang anak kecil sebaya berdiri tegak di depan kamera, yang satu berumur 41 bulan (dengan tinggi badan 98 cm dan berat badan 15,2 kg) sedangkan disebelahnya berdiri anak berumur 43 bulan (tapi memiliki tinggi badan hanya 85,7 cm dan berat badan hanya 9,7 kg).
Sungguh miris kondisi tersebut, bila kita membandingkan pada anak yang normal dan anak stunting. Inilah gambaran potret anak stunting yang ada di beberapa daerah Indonesia. Datanya, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 saja di Indonesia sekitar 37% (hampir 9 juta) anak di bawah lima tahun (balita) mengalami stunting (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Sementara, untuk di seluruh dunia, Indonesia ini adalah negara yang memiliki prevalensi stunting kelima terbesar.
Saat ini, bayi dan balita merupakan kelompok yang memiliki prevalensi tinggi terhadap kejadian stunting di Indonesia. Stunting ini merupakan ganguan pertumbuhan linear yang disebabkan malnutrisi asupan zat gizi kurang. Apalagi didukung malnutrisi ini merupakan masalah utama kesehatan masyarakat yang terjadi di negara berkembang, terutama terjadi pada bayi, anak-anak, dan wanita usia reproduktif.
Dengan kata lain, stunting ini merupakan kondisi akan gagalnya tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis yang membuat si anak tumbuh terlalu pendek untuk usianya. Tepatnya, kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir. Tapi, stunting ini baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Kondisi tersebut, tentu berbahaya. Pasalnya, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pernah meliris bahwa balita/baduta yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit tertentu. Akibatnya, si anak di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Ujungnya, stunting ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan di masyarakat.
Kenali Sejak Dini Penyebab Stunting
Stunting ini merupakan kondisi akan gagalnya tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis yang membuat si anak tumbuh terlalu pendek untuk usianya. Tepatnya, kekurangan gizi itu terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir. Namun, baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Parameter balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) ialah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku dari WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006 (WHO Multicentre Growth Reference Study Group, 2006). Sementara itu, definisi stunting versi dari Kementerian Kesehatan RI adalah kondisi anak balita dengan nilai z-score-nya kurang dari -2 SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3 SD (severely stunted) (Trihono et al., 2015).
Stunting ini disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak semata-mata karena faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil maupun anak balita. Bila kita cermati dari data Riskesdas tahun 2010, prevalensi balita pendek terus meningkat jelas pada kelompok umur 0-23 bulan. Dari angka 28,1% pada kelompok umur < 5 bulan, menjadi 32,1% pada kelompok umur 6-11 bulan, hingga menjadi 41,5% pada kelompok umur 12-23 bulan (RISKESDAS, 2013).
Padahal, kita tahu kondisi tinggi badan ini sangat berkaitan dengan produktivitas. Kondisi kurangnya tinggi badan saat dewasa adalah akibat dari stunting masa kecil yang berhubungan dengan hilangnya produktivitas sebesar 1,4%. Lebih jauh, stunting ini juga menurunkan tingkat kecerdasan (IQ) seseorang dari 5-11 poin (World Bank) (The World Bank, 2007), (‘Nutritional failure in Ecuador: Causes, consequences, and solutions’, 2007). Bahkan menurut Mendez, stunting yang terjadi pada usia terlalu dini cenderung membuat kondisi stunting lebih parah (Mendez et al., 2015).
Untuk itu, masa antara kehamilan/janin hingga dua tahun pertama kehidupan anak adalah masa kritis, disebabkan kebutuhan gizi pada kelompok ini paling tinggi padahal kelompok ini yang paling rawan memperoleh pola asuh yang salah, akses pelayanan kesehatan yang tidak cukup dan pola pemberian makan yang tidak tepat.
Peran kesehatan lingkungan atasi stunting itu sangat penting!
Untuk mencari jalan keluar masalah stunting ini, paling tidak harus diketahui faktor-faktor determinan yang menyebabkan terjadinya stunting itu. Menurut Trihono, dkk. (2015), membagi pembahasan faktor determinan penyebab stunting ini dalam beberapa bagian (Trihono et al., 2015). Artinya, kenali stunting agar pertumbuhan anak jadi penting.
Pertama, penyebab pendek pada bayi. Berdasarkan studi kohor tumbuh kembang anak Balitbangkes, ada faktor yang mempengaruhi panjang lahir bayi, yaitu: tinggi badan ibu < 150 cm (RR=3,7); IMT ibu pra hamil < 18,5 (RR=3,1); umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun (RR=1,1); paritas < 2 kali (RR=1,2); pertambahan berat badan hamil < 9,1 kg (RR=2,3); dan konsumsi protein < 100 AKG (RR=2,2).
Lebih jauh, disebutkan faktor ibu selama masa kehamilan dan sebelum hamil ikut menentukan panjang lahir bayi. Begitupun pertambahan berat badan selama kehamilan berpengaruh pada panjang lahir bayi. Bila kita runut ke belakang, bayi dengan panjang lahir pendek mempunyai riwayat pertambahan berat badan selama kehamilan yang di bawah standar dibandingkan bayi-bayi yang lahir dengan panjang lahir normal.
Salah satu faktor penting lainnya dalam kehamilan adalah asupan makanan selama ibu hamil, baik kalori, protein maupun mikronutrien. Untuk asupan kalori selama kehamilan, ternyata banyak ibu hamil yang konsumsi energinya, 100% AKG (Angka Kecukupan Gizi). Fakta Studi Kohor Tumbuh Kembang Anak (Balitbangkes; 2013) memperlihatkan untuk ibu hamil yang berusia < 20 tahun menunjukkan yang cukup asupan gizinya semakin menurun dari trisemester 1 (87,5%), trisemester 2 (51,8%), dan trisemester 3 (47,5%).
Pingback: Kenali Sejak Dini Penyebab Stunting - www.ArdaDinata.com