EntomologiInfo KesehatanKesehatan LingkunganOpiniTeknologi Tepat GunaVektor dan Binatang Pengganggu

Pendekatan Entomologis dan Perilaku Masyarakat Dalam Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Jawa Barat

Pendekatan entomologis dan perilaku masyarakat dalam pengendalian vektor demam berdarah dengue (DBD) di Provinsi Jawa Barat:

In SANITARIANDemam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Untuk wilayah Provinsi Jawa Barat, kasus DBD kerap kali muncul di beberapa daerah, seperti di Indramayu, Subang, Ciamis, dan lainnya. Perlu pendekatan entomologis dan perilaku masyarakat dalam pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Jawa Barat.

Oleh: Arda Dinata 

Abstrak

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Untuk wilayah Provinsi Jawa Barat, kasus DBD kerap kali muncul di beberapa daerah, seperti di Indramayu, Subang, Ciamis, dan lainnya. Untuk wilayah Indramayu, sejak 2013, pasien DBD yang meninggal terus meningkat. Wilayah Kabupaten Subang selama Januari 2016 telah merenggut korban jiwa. Dari jumlah kasus DBD sebanyak 97 orang, seorang di antaranya meninggal dunia. Sedangkan di wilayah tatar Galuh Ciamis meningkat hingga lebih dari 100 persen.

Menyikapi kasus DBD di wilayah Jawa Barat itu, penulis melakukan review, wawancara dan analisis tentang bagaimana penyakit DBD terjadi di masyarakat? Bagaimana upaya pengendalian DBD melalui pendekatan entomologis dan perubahan perilaku berdasarkan teori Integrated Behavioural Model (IBM)?

Untuk dapat hasil yang maksimal dalam pengendalian DBD dengan pendekatan epidemiologis, sebelumnya perlu dilakukan analisis yang cermat terhadap perilaku masyarakat agar dapat menentukan komponen-komponen yang paling penting untuk menargetkan promosi perilaku terkait program DBD. Tepatnya, niat berperilaku yang kuat dalam upaya pengendalian DBD diperlukan untuk intervensi menghadapi komponen dalam teori IBM, seperti keterampilan, pengetahuan, dan hambatan lingkungan yang mempengaruhi kinerja perilaku pengendalian DBD.

Pendekatan teori IBM ini merupakan alat untuk memprediksi perubahan perilaku seseorang. Oleh karena itu, dalam menggunakan teori IBM, perencana program pengendalian DBD harus mempertimbangkan semua konstruksi yang membangun teori IBM itu. Apabila ada salah satu konstruksi yang tidak bisa ditentukan atau diubah, maka teori IBM tidak akan berfungsi.

BACA JUGA:  Analisis Paparan Air dan Kesehatan Manusia

Kata Kunci: Entomologis, Perilaku, Pengendalian, Vektor, DBD.

Pendahuluan

Inilah paparan terkait pendekatan entomologis dan perilaku masyarakat dalam pengendalian vektor. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia.1 Untuk wilayah Provinsi Jawa Barat, kasus DBD kerap kali muncul di beberapa daerah, seperti di Indramayu, Subang, Ciamis, dan lainnya.

Untuk wilayah Indramayu, sejak 2013, pasien DBD yang meninggal terus meningkat. Pada 2014, sebanyak 17 penderita meninggal, bertambah dari tahun sebelumnya sebanyak lima korban jiwa. Kasus DBD melonjak dari 180 kasus pada 2013 menjadi 318 kasus pada 2014. Menurut Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Dinkes Kabupaten Indramayu, Agus Rohani, hampir semua kecamatan di Indramayu berpotensi wabah DBD.2

Sementara itu, serangan DBD di wilayah Kabupaten Subang selama Januari 2016 telah merenggut korban jiwa. Dari jumlah kasus DBD sebanyak 97 orang, seorang di antaranya meninggal dunia.3

Sedangkan kasus serangan DBD di wilayah tatar Galuh Ciamis meningkat hingga lebih dari 100 persen. Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, tercatat sebanyak 321 kasus akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Di Kecamatan Ciamis tercatat sebanyak 83 kasus, diikuti Kecamatan Banjarsari 31 kasus dan Kecamatan Cisaga 37 kasus.4

Menyikapi kasus DBD di wilayah Jawa Barat itu, penulis melakukan review literatur dan wawancara pada ahli kesehatan masyarakat tentang bagaimana penyakit DBD terjadi di masyarakat? Bagaimana upaya pengendalian DBD dilakukan melalui pendekatan entomologis dan perubahan perilaku (berdasarkan teori Integrated Behavioural Model/IBM)?

Adapun tujuan penulisan artikel ini adalah mencari alternatif dalam pengendalian DBD dengan pendekatan epidemiologis dan perilaku masyarakat lewat pendekatan teori IBM untuk dapat mencapai hasil yang maksimal dalam menentukan komponen-komponen yang paling penting untuk menargetkan promosi perilaku terkait program DBD.

BACA JUGA:  Jangan Anggap Sepele Kecemasan Akibat Pandemi Covid-19

Penyakit DBD

Dengue ini penyakit yang muncul kembali secara global. Dengue merupakan penyakit yang disebarkan lewat vektor nyamuk di daerah tropis dan sub tropis di dunia.5 Dengue ini ialah penyakit infeksi yang disebabkan virus, keberadaanya  paling penting dalam mempengaruhi manusia, dan hal ini menjadi tantangan terbesar bagi pelayanan kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Infeksi virus dengue ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dengue (DENV 1 sampai 4) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes.6, 7

Dalam catatan Mayer SV, et al, disebutkan bahwa keberadaan virus dengue, zika dan chikungunya itu bermasalah terutama dikarenakan virus ini menyebabkan dampak negatif pada kesehatan masyarakat dan kerusakan ekonomi di seluruh dunia. Lebih jauh, disebutkan keberadaan Arthropod borne viruses (Arbovirus) itu merupakan ancaman besar bagi kesehatan manusia dan hewan di seluruh dunia. Arbovirus ini dapat menyebabkan berbagai presentasi klinis mulai dari gejala yang ringan sampai mengancam kehidupan manusia.5

Menyikapi kasus DBD yang terjadi di wilayah Jawa Barat di atas, berdasarkan hasil wawancara dengan Rohmansyah Wahyu Nurindra, Antropolog dan peneliti di Badan Litbang Kesehatan Kemenkes RI, mengatakan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan satu diantara provinsi endemis DBD di Indonesia. Terdapat kecenderungan peningkatan jumlah penderita DBD dari tahun ke tahun. Sampai 2007 saja, semua kabupaten/kota di Jawa Barat pernah melaporkan kejadian luar biasa DBD. Adanya perubahan lingkungan, perubahan iklim global, dan perubahan perilaku di masyarakat menjadikan kasus DBD tetap tinggi meskipun berbagai upaya preventif sudah dilakukan oleh dinas kesehatan. Dampaknya, yang dulu kasus DBD terjadi pada musim ”pancaroba” sekarang tidak mengenal musim lagi.

Sementara itu, menurut Endang Puji Astuti, Entomolog dan peneliti di Badan Litbang Kesehatan Kemenkes RI, mengungkapkan seperti sudah diketahui bersama bahwa kejadian DBD dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara epidemiologi tidak lepas dari 3 unsur utama kejadian suatu penyakit yaitu agent, host dan environment. Deman berdarah dengue merupakan penyakit tular vektor sehingga dalam penularannya membutuhkan keberadaan vektor yaitu nyamuk Aedes aegypti. Kejadian di Jawa Barat sampai saat ini, DBD masih cenderung tinggi dan berfluktuasi (jika dilihat berdasarkan data DBD per tahun Dinkes Provinsi Jawa Barat). Peningkatan kasus lebih sering terjadi pada awal musim penghujan. Semua wilayah di Provinsi Jawa Barat sudah melaporkan bahwa di daerahnya telah terjadi kasus DBD.

BACA JUGA:  Indonesia Health Services (IHS)

Bila dianalisis, penyebaran DBD secara pesat dikarenakan virus dengue semakin mudah dan banyak menulari manusia. Meningkatnya DBD dalam 15 tahun terakhir diduga disebabkan oleh beberapa faktor penting, yaitu: (1) Tidak terencana dan tidak terkontrolnya urbanisasi serta pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan padatnya penduduk yang tinggal di pusat-pusat kota tropis dengan kondisi higiene yang kurang baik, (2) Kurang efektifnya program pengawasan terhadap nyamuk vektor, perubahan gaya hidup dan makin memburuknya sistem air minum sehingga menghasilkan perluasan dan peningkatan densitas nyamuk vektor utama.8

Pengendalian Vektor DBD

Arda Dinata

*Arda Dinata, adalah kolomnis tetap di Sanitarian Indonesia (http://insanitarian.com). Aktivitas hariannya sebagai peneliti, sanitarian, dan penanggungjawab Laboratorium Kesehatan Lingkungan, tinggal di Pangandaran.

Tinggalkan Balasan

error: