BiokimiaInfo KesehatanOpiniSanitasi Makanan

Makanan Jajanan dan Bahan Tambahan Makanan

Makanan jajanan dan bahan tambahan makanan (BTM) merupakan dua hal yang tidak terpisahkan saat ini.

Makanan jajanan dan bahan tambahan makanan (BTM) merupakan dua hal yang tidak terpisahkan saat ini. Padahal, penggunaan BTM atau bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak tepat justru akan membuat makanan tersebut berbahaya untuk dikonsumsi.

Oleh: Arda Dinata

InSANITARIANBisnis makanan jajanan dewasa ini sungguh menjamur dan tersebar pada lingkungan pemukiman, di mana banyak anggota masyarakat bertempat tinggal. Makanan jajanan ini bisa diartikan sebagai makanan yang dijajakan atau dijual bisa di kaki lima, pingir jalan, pasar tradisional, stasiun, terminal, sekolah, tempat pemukiman, dan tempat yang sejenis lainnya.

Namun, sangat disayangkan ada sebagian dari pedagang yang mengabaikan kesehatan dan keamanan pangan. Yaitu, menggunakan bahan tambahan makanan (BTM), seperti pewarna, pemanis, dan pengawet yang membahayakan kesehatan.

Tidak sedikit penjual makanan sekarang ini mengganti bahan tambahan pangan yang diizinkan dengan bahan tambahan yang bukan untuk pangan atau yang berbahaya. Seperti data survei BPOM tahun 2004 saja, yang dilakukan pada sekolah dasar di seluruh Indonesia, ada 550 jenis makanan yang diambil untuk sampel pengujian, hasilnya menunjukkan 60% jajanan anak sekolah itu, ternyata tidak memenuhi standar mutu dan keamanan. Yaitu, sebesar 56% sampel mengandung rhodamine B dan 33% mengandung boraks (Purtiantini, 2010).

Padahal, kita tahu bahan tersebut, bila sering dikonsumsi akan membahayakan kesehatan tubuh. Misalnya, Rhodamin B dan Methanyl yellow dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal, kanker kandungan kemih, dan ganguan hati. Sedangkan boraks dan formalin dapat menyebabkan ganguan saraf ginjal dan hati. Termasuk penggunaan pemanis sintetis secara berlebihan dapat menyebabkan kanker kandungan kemih, asma, kanker otak, dan kemandulan.

BACA JUGA:  Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas

Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan (BTM) atau disebut juga bahan tambahan pangan (BTP) ini diartikan sebagai bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau pun bentuk pangan maupun produk makanan. Tujuan penambahan pangan ini, secara umum untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki estetika, sensori makanan, dan memperpanjang umur simpan makanan.

Dalam bahasa lain,  Yuliarti (2007) menyebutkan fungsi dan tujuan penggunaan bahan tambangan pangan pada pangan, diantaranya untuk:

  1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
  2. Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut.
  3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
  4. Meningkatkan kualitas pangan.
  5. Menghemat biaya.

Bila kita lihat dari manfaat dan tujuan tersebut, bahan tambahan pangan yang banyak dipergunakan pada makanan, yaitu jenis pewarna, pemanis, dan pengawet. Beberapa studi menunjukkan banyaknya penggunaan bahan yang berbahaya dan dilarang untuk digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Beberapa faktor menjadi penyebab masih maraknya penggunaan BTP berbahaya, antara lain faktor ekonomi, pengetahuan, dan penegakan hukum (Wahyudi, 2017).

Jadi, penggunaan BTM/BTP itu tidak sembarangan dan asal menggunakan sesuai keinginan produsen makanan. Tapi, harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 033 Tahun 2012 tentang “Bahan Tambahan Pangan (BTP)”, terdapat 27 golongan BTP yang digunakan dalam pangan (lihat gambar tabel 1).

Bila dipelajari lebih jauh dari Permenkes RI No. 033 Tahun 2012 tersebut, bahan tambahan pangan ini dibedakan menjadi bahan tambahan pangan yang diizinkan dan BTP yang dilarang/berbahaya untuk digunakan dalam makanan. Inilah yang harus diketahui dan pahami betul oleh para pembuat makanan.

BACA JUGA:  3 M Plus Satu Jam Setiap Minggu Untuk Menghindari Kerugian Trilyunan Rupiah Akibat DBD

Aplikasinya, untuk BTP yang diizinkan ini sistem penggunaannya harus diberikan dalam batasan, di mana konsumen tidak menjadi keracunan dengan mengkonsumsi tambahan zat tersebut. Sementara itu, untuk kategori BTP yang dilarang, penggunaannya sekecil apapun tetap tidak diperbolehkan lihat gambar tabel 2).

Makanan Jajanan dan Bahan Tambahan Makanan

Pada konteks ini, salah satu golongan pangan yang masih rentan terjadinya kontaminasi BTP berbahaya ilah golongan pangan jajanan anak sekolah. Hal ini dibuktikan hasil pengujian sampel jajanan anak sekolah di 538 sekolah dasar di 26 kota yang ada di Indonesia, sebanyak 45% sampel makanan jajanan dinyatakan tidak memenuhi syarat keamanan pangan karena terdeteksi mengandung cemaran mikroba dan BTP yang dilarang  (Gartini, 2009).

Mencermati masalah makanan jajanan dan bahan tambahan makanan atau bahan tambahan pangan ini, Wahyudi (2017) menyarankan perlunya dilakukan sosialisasi melalui berbagai media mengenai bahaya penggunaan BTP terlarang, cara mendeteksinya serta alternatif BTP alami dan aman untuk dikonsumsi.

Selain itu, perlu pengawasan dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan bahan yang dilarang sebagai BTP harus terus dilakukan, baik terhadap toko-toko bahan kimia, industri pangan dan toko-toko makanan. Usaha ini harus melibatkan semua komponen dan masyarakat konsumen maupun produsen agar makanan jajanan menjadi aman.

Semoga informasi makanan jajanan dan bahan tambahan makanan ini bermanfaat. Salam sehat dan sukses selalu.***

Arda Dinata

*Arda Dinata, adalah kolomnis tetap di Sanitarian Indonesia (https://insanitarian.com). Aktivitas hariannya sebagai peneliti, sanitarian, dan penanggungjawab Laboratorium Kesehatan Lingkungan, tinggal di Pangandaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: