Reaksi Biokimiawi Tubuh Saat Puasa
Bagaimana reaksi biokimiawi tubuh saat puasa? Aktivitas puasa berarti mengistirahatkan saluran pencernaan. Pada skala makro, puasa berdampak pada sel-sel tubuh di mana reaksi-reaksi biokimiawi berlangsung.
“Dikala alat pencernaan beristirahat, energi yang dibutuhkan diambil dari cadangan karbohidrat dan timbunan lemak. Yang mana dalam jiwa yang seimbang (orang beriman), reaksi-reaksi biokimiawi berjalan lebih lancar, terarah, dan tidak membahayakan.”
(Prof. Dr. Aisjah Girindra).
Oleh: Arda Dinata
In SANITARIAN – Aktivitas puasa telah dilakukan sejak Nabi Adam as. Pada hakekatnya puasa itu mencerminkan aktivitas pengekangan dan pengendalian diri. Dalam bahasa Arab (shaumu), berarti menahan segala sesuatu (seperti menahan makan dan minum, menahan ‘berbicara’, menahan tidur, dsb.).
Dalam konteks keindonesiaan, aktivitas puasa kita kenal dalam masyarakat Jawa Kuno dengan beberapa istilah poso (baca: puasa). Yakni ada poso mutih, poso patigeni, poso ngrowot (mbrakah), dan poso ngalong.
Bagi umat Islam, puasa adalah mengekang diri dari makan dan minum serta hal-hal lain yang membatalkannya mulai terbit fajar hingga matahari terbenam dengan niat dan beberapa syarat. Di dalam Alquran diungkapkan bahwa puasa adalah aktivitas ubudiyah agar orang-orang beriman mencapai derajat takwa (baca: QS. Al Baqarah: 183).
Ibadah puasa ini mengajarkan beberapa hikmah berupa pengendalian hawa nafsu, menumbuhkan kepedulian sosial dan sebagai pelatihan kesabaran. Lebih dari itu, ternyata aktivitas puasa secara fisik dapat menyehatkan anggota tubuh manusia.
Puasa Itu Menyehatkan
Pertanyaannya, betulkah puasa itu menyehatkan? Padahal kita tahu, secara fisik selama berpuasa tidak ada sesuatu makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh manusia. Apa yang terjadi pada tubuh kita sebenarnya saat berpuasa itu?
Bagaimana reaksi biokimiawi tubuh saat puasa? Aktivitas puasa berarti mengistirahatkan saluran pencernaan. Pada skala makro, puasa berdampak pada sel-sel tubuh di mana reaksi-reaksi biokimiawi berlangsung.
Menurut Prof. Dr. Aisjah Girindra, dikala alat pencernaan beristirahat, energi yang dibutuhkan diambil dari cadangan karbohidrat dan timbunan lemak. Yang mana dalam jiwa yang seimbang (orang beriman), reaksi-reaksi biokimiawi berjalan lebih lancar, terarah, dan tidak membahayakan.
Zat gizi yang masuk dirubah menjadi molekul-molekul yang sangat kecil, kemudian diserap dan masuk ke dalam darah, diteruskan ke sel-sel yang membutuhkan. Bahan karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa. Sedangkan lemak diserap dalam bentuk asam lemak.
Proses selanjutnya, glukosa dan lemak dibawa darah ke hati, otak, dan otot untuk membentuk energi. Melalui rantai reaksi yang sangat panjang dihasilkan energi CO2. Jika orang makan berlebihan maka kelebihan glukosa akan bergabung membentuk cadangan glikogen. Cadangan ini digunakan sewaktu orang berpuasa (tidak makan).
Saat Berpuasa dan Berbuka
Selama berpuasa (+/- 14 jam) kebutuhan energi diambil dari cadangan glikogen dan lemak. Pada siang hari lemak terus menerus mengalami perombakan, sehingga alat-alat tubuh yang dilapisi lemak dapat bernafas dengan lega. Secara demikian, timbunan lemak yang berbahaya bagi kesehatan dapat digunakan dan tergeser.
Selanjutnya, pada malam hari kita makan. Di sinilah terjadi lagi penyimpanan zat-zat energi. Seandainya perombakan dan penyimpanan ini terjadi sebulan penuh, tentunya akan terjadi proses penggantian yang terus menerus. Dan hasilnya pada tingkat sel akan terjadi peremajaan sel.
Untuk bagian otak, lain lagi. Kita tahu, otak terdiri dari jaringan lipid atau lemak. Dan lemak di otot berbeda dengan lemak di otak. Bila jaringan lemak di otak ini juga ikut terkuras, maka terjadi kerusakan pada jaringan otak. Namun, ilmu Allah SWT sungguh luar biasa. Energi untuk otak semuanya berasal dari zat gula. Selama berpuasa zat gula ini datang dari hati. Dan kalau zat cadangan zat gula di hati habis, maka hati mencoba mengolah zat-zat lain menjadi zat gula untuk otak.
Atas dasar itulah, barangkali mengapa kita disunahkan untuk cepat makan makanan yang manis-manis pada saat buka puasa. Inilah salah satu indikasi kesempurnaan puasa kita. Dalam bahasa DR.dr.H.Wahjoetomo, ada empat indikasi kesempurnaan puasa menurut Islam, yaitu: menyegerakan berbuka; tidak berlebihan dalam berbuka; mengakhirkan saat bersantap sahur; dan meninggalkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan.
Puasa Terapi Terbaik Mencapai Derajat Kesehatan
betul, puasa itu menyehatkan
Siip… moga sehat, bahagia dan berkah selalu aamiin. Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga produktif selalu. Aamiin…