Pandemi Iman Bikin Hidup Nyaman
Pandemi iman bikin hidup nyaman. Iman itu keyakinan hati, perkataan lisan, dan alam perbuatan. Artinya bila pandemi iman ini terjadi di masyarakat, maka ketenangan dapat dirasakannya. Sebab, dengan melakukan amal kebaikan dari nilai-nilai keimanan itu akan tersebar secara cepat dan luas dalam masyarakat.
Oleh: Arda Dinata
In SANITARIAN –Pandemi, kata ini membumi setelah dipinang penyakit Covid-19. Pandemi itu berarti epidemi yang berjangkit serempak di beberapa negara, benua atau seluruh dunia. Epidemi sendiri diartikan sebagai wabah penyakit menular yang berjangkit secara cepat di daerah yang luas. Bisa juga sebagai sifat penyakit yang menyerang banyak orang dalam waktu singkat secara bersamaan. Kondisi inilah, yang membuat masyarakat menjadi panik dan was-was dibuatnya.
Coba kalau yang dipinang pandemi itu adalah kata iman, maka amalan keimanan itu akan cepat tersebar luas. Sehingga keberadaan pandemi iman ini akan membuat hidup masyarakat menjadi nyaman dan tenang. Allah berjanji dalam Alquran Surat Al-Fath: 4, “Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).”
Iman itu keyakinan hati, perkataan lisan, dan alam perbuatan. Artinya bila pandemi iman ini terjadi di masyarakat, maka ketenangan dapat dirasakannya. Sebab, dengan melakukan amal kebaikan dari nilai-nilai keimanan itu akan tersebar secara cepat dan luas dalam masyarakat. Imam Ahmad mengatakan, “Bertambahnya iman adalah dengan adanya amalan, berkurangnya adalah dengan meninggalkan amalan, seperti meninggalkan shalat, zakat, dan haji.”
Untuk mencapai puncak dari dampak adanya pandemi iman ini, setiap mukmin harus memiliki sifat sabar, ridha, dan ikhlas. Hal ini, seperti diwartakan dari Yazid bin Martsad Abu Utsman dari Abu Darda r.a. bahwa beliau berkata, “Puncak iman adalah sabar terhadap hukum Allah, ridha kepada takdir, dan ikhlas untuk bertawakal kepada Allah SWT.”
Dalam Islam, wujud sabar ini bisa berarti sabar dalam ketaatan pada hukum Allah; sabar dalam menghadapi masalah/musibah yang menimpa tiap manusia; dan sabar dalam menjauhi perbuatan maksiat. Ridha sendiri, artinya rela, merasa puas dan senang terhadap ketentuan Allah yang terjadi pada manusia.
Orang ridha itu hatinya memiliki sifat optimis dan lapang dada. Hatinya akan kosong dari dengki, penuh hikmah dan senantiasa memandang baik tiap kejadian. Puncak iman selanjutnya ialah ikhlas. Perilaku ikhlas ini, bahasa perbuatan. Yakni perbuatan amal saleh yang dilakukan secara tulus tanpa pamrih manusia, tapi semata-mata hanya mengharap ridha Allah.
Pada konteks kehidupan keseharian, bila nilai-nilai dari sifat sabar, ridha, dan ikhlas yang merupakan puncak dari pandemi iman tersebut telah betul-betul diaplikasikan dalam setiap sisi-sisi kehidupan manusia dan hubungan bermasyarakat, tentu dampaknya akan menjadi luar biasa. Masyarakat akan merasakan nuansa kedamaian, kenyamanan, dan sifat optimis dalam menghadapi kehidupan ini.
Ada illustrasi yang sangat indah terkait iman ini, seperti disampaikan Ja’far bin Burqan dari Wahab bin Munabbih r.a. berkata, “Iman ibarat seorang komandan, dan amal adalah pengemudinya, sedangkan jiwa berhenti di antara keduanya. Jika seorang komandan memberi komando, tetapi sang pengemudi tidak mau mengemudi, maka komando itu tidaklah bermanfaat. Jika sang pengemudi mau mengemudi, namun sang komandan tidak memberi komando maka hal itu juga tidak bermanfaat. Dan jika sang komandan memberi komando, dan sang pengemudi mau mengemudi niscaya jiwa akan mengikutinya, baik suka maupun terpaksa, dan akhirnya amal pun menjadi baik.”
Kalau kita mau jujur, terjadinya pandemi Covid-19 dewasa ini, tentu bukan berarti tanpa sebab atas aneka perilaku manusia selama ini. Banyak hal dari perilaku manusia itu yang telah menyimpang dari rambu-rambu yang telah Allah tetapkan. Inilah sesungguhnya “jeweran” pada keimanan kita. Untuk itu, mari kita ubah adanya pandemi Covid-19 ini menjadi pandemi iman dalam kehidupan keseharian masyarakat.
Cara agar pandemi iman ini, bisa sehebat Covid-19 dan bahkan lebih hebat lagi, tidak lain adalah dengan memperkokoh nilai-nilai keimanan kita. Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan bahwa kokohnya keimana itu dibangun oleh empat pilar, yaitu: sabar, yakin, keadilan, dan jihad.
Nilai-nilai kesabaran meliputi empat cabang berupa rindu (syauq), takut (syafaq), zuhud, dan antisipasi (taraqqub). Pilar yakin ditopang dengan empat cabang, yaitu: memandang sesuatu dengan ketajaman pikiran; menafsirkan dengan hikmah; menjadikan pelajaran sebagai nasihat; dan sunah orang-orang terdahulu. Adapun pilar keadilan ada empat cabang yaitu menyelami pemahaman; mendalami ilmu; mengetahui intisari hukum; dan kukuh dalam kesabaran. Sementara itu, pilar keimanan berupa jihad dibangun atas empat cabang yang meliputi: mengajak kepada kebaikan; mencegah kemungkaran; lurus dalam setiap keadaan; dan membenci orang-orang fasik.